Mengapa Langit Berwarna Biru Kok Tidak Ungu?
Masih ingatkah kalian dengan lagu pelangi? Bukan lagu laskar pelangi ataupun lagu pelangi di matamu. Melainkan lagu pelangi-pelangi alangkah indahmu yang sering kita nyanyikan dikala masih duduk di Taman Kanak-kanak.
Lagu yang diciptakan oleh eang AT Mahmud ini mengenalkan kepada kita semua bahwa pelangi itu berwarna merah, kuning, hijau, dan langit itu berwarna biru. Namun di usia itu pernahkah kita bertanya kenapa langit berwarna biru? Kenapa tidak merah, kuning, atau hijau?
Langit berwarna biru itu merupakan takdir Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Sama menyerupai kenapa warna air bahari harus biru kok tidak putih. Semua itu sudah ditakdirkan Yang Maha Pencipta. Jawaban menyerupai ini mungkin bisa diterima namun puaskah dengan tanggapan tersebut? Tentu saja tidak.
Banyak juga yang mengambarkan bahwa langit berwarna biru disebabkan oleh pantulan warna air bahari yang juga bernarna biru. Jika kita melihat perbandingan prosentasi daratan dan lautan yaitu 71% untuk lautan dan 29% untuk daratan, maka tidak heran jikalau warna air bahari bisa memantul cahaya matahari hingga langit berwarna biru.
Namun tahukah kalian bahwa teori tersebut hanya merupakan tanggapan mitos? Apa iya itu hanya mitos? Yupz! Buktinya dikala matahari mulai menyapa kita, lebih tepatnya pagi hari. Langit tampak berwarna merah. Begitupun sebaliknya, dikala matahari dengan berat hati melambaikan tangan di senja hari. Langit juga tampak berwarna merah. Dan juga dikala mendung langit berwana menyeramkan. Kalau memang langit berwarna biru itu disebabkan oleh pantulan air bahari yaitu tanggapan ilmiyah. Kenapa warna langit bisa berubah-ubah, kan jadi resah rasanya.
Lalu apa dan bagaimana tanggapan yang sesungguhnya? Adakah tanggapan ilmiyah yang bisa memecahkan duduk kasus kenapa langit berwarna biru? Tentu saja ada. Dan untuk memamahaminya silahkan simak keterangan di bawah ini hingga habis.
Para ilmuan telah berbaris merapat untuk memecahkan kenapa langit berwarna biru, diantaranya Sir Rayleigh, John Tyndall, dan Leonardo Da Vinci, mereka berusaha menjawab dan mencerahkan wacana rasa ingin tau kita terhadap langit yang berwarna biru.
Secara tidak sadar bahwa dikala kita memandang langit, yang kita lihat yaitu atmosfer bumi yang tidak lain dan tidak bukan yaitu kumpulan udara. Kalau memang yang kita lihat yaitu udara kemudian bagaimana bisa udara itu berwarna?
Meski secara kasat mata udara tidak terlihat apalagi hingga bisa berwarna, namun bergotong-royong udara mempunyai beberapa partikel diantaranya menyerupai nitrogen, oksigen, debu, polusi, dll. Partikel-partikel tersebutlah yang nantinya berinteraksi dengan cahaya matahari. Lalu bagaimana bisa interaksi udara dan cahaya matahari menghasilkan sebuah warna?
Kaprikornus cahaya matahari yang terpancar ke bumi pada awalnya merupakan satu paket yakni radiasi dan gelombang elektromagnetik. Ketika cahaya matahari berhasil menerobos ke atmosfer bumi. Mata kita hanya bisa melihat apa yang disebut spektrum cahaya tampak. Dimana terdiri dari 7 warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (ME-JI-KU-HI-BI-NU). Ketujuh warna tersebut kemudian bergabung menjadi satu yakni cahaya putih. Oleh lantaran itu cahaya matahari yang hingga bumi tampak berwarna putih.
Ketika hujan gerimis maka cahaya putih tersebut akan teruai oleh tetes-tetes air menjadi pelangi. Sehingga jadilah sebuah lagu pelangi-pelangi alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru. Kaprikornus semoga bisa melihat pelangi kita butuh tetes gerimis di hari yang cerah.
Namun pembauran cahaya putih yang menciptakan langit tampak berwarna biru bisa terjadi kapan saja, alias tidak butuh tetes gerimis. Warna biru di langit terjadi akhir dari cahaya matahari yang terurai oleh partikel gas super kecil di udara (nitrogen). Fenomena ini para ilmuan menyebutnya dengan Rayleigh Scattering.
Berbicara wacana pembauran cahaya maka kita harus memahami wacana spektrum warna dan panjang gelombang cahaya. Dimana panjang-pendek gelombang cahaya akan menghipnotis warna yang akan tampak terlihat oleh mata kita. Untuk memahami spektrum warna dan panjang gelombang cahaya silahkan lihat gambar berikut.
Saat cahaya matahari bertemu dengan partikel gas di bumi. Cahaya bergelombang pendek menyerupai biru, nila, dan ungu akan terlempar ke segala arah. Sedangkan cahaya bergelombang panjang menyerupai merah dan jingga akan lancar menembus partikel gas tersebut. Akibatnya cahaya yang terlempar akan ditangkap oleh mata kita yakni warna biru, nila, dan ungu. Eitttss..! Lalu kenapa langit harus berwarna biru kok tidak nila atau ungu?
Alasannya yaitu lantaran di dalam retina mata terdapat berjuta sel peka cahaya. Sel tersebut berjulukan sel kerucut atau cone cell. Sel ini berfungsi mendapatkan cahaya dan bertanggungjawab terhadap penglihatan cahaya. Sedangkan cone cell ini paling peka terhadap tiga warna yakni merah, hijau, dan biru. Kaprikornus dikala mata disuruh untuk menentukan antara warna biru, nila, dan ungu, maka malaikat juga tahu siapa yang menjadi juaranya, hehe. Yupz! Tentu saja warna biru.
Ada kalanya langit tidak selamanya berwarna biru, tetapi berwarna merah. Langit berwarna merah ini terjadi dikala menjelang matahari terbit dan tenggelam. Pada kedua waktu tersebut langit tidak lagi berwarna biru, tetapi merah. Kenapa fenomena ini bisa terjadi? Mari kita temukan jawabannya!
Perhatikan ilustrasi gambar di atas! Pada siang hari matahari berada di atas kepala, ini mengakibatkan cahaya matahari hanya melewati atmosfer yang lebih tipis. Sehingga gelombang cahaya pendek yang terpental akan tampak dengan jelas.
Beda halnya dikala shubuh dan menjelang malam hari, ini mengakibatkan cahaya matahari harus melewati atmosfer yang lebih tebal semoga bisa hingga pada posisi kita. Akibatnya gelombang cahaya pendek yang terpental kalah balapan dan tertutup oleh gelombang cahaya panjang (merah, jingga). Sehingga warna biru tertutup oleh warna merah.
Demikian alasan ilmiyah mengapa langit berwarna biru dan tidak nila atau ungu. Semoga klarifikasi di atas sanggup diserap dengan gampang sehingga bisa menambah ilmu pengetahuan kita. Sekian dan terimakasih. 😉
Lagu yang diciptakan oleh eang AT Mahmud ini mengenalkan kepada kita semua bahwa pelangi itu berwarna merah, kuning, hijau, dan langit itu berwarna biru. Namun di usia itu pernahkah kita bertanya kenapa langit berwarna biru? Kenapa tidak merah, kuning, atau hijau?
Langit berwarna biru itu merupakan takdir Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Sama menyerupai kenapa warna air bahari harus biru kok tidak putih. Semua itu sudah ditakdirkan Yang Maha Pencipta. Jawaban menyerupai ini mungkin bisa diterima namun puaskah dengan tanggapan tersebut? Tentu saja tidak.
Banyak juga yang mengambarkan bahwa langit berwarna biru disebabkan oleh pantulan warna air bahari yang juga bernarna biru. Jika kita melihat perbandingan prosentasi daratan dan lautan yaitu 71% untuk lautan dan 29% untuk daratan, maka tidak heran jikalau warna air bahari bisa memantul cahaya matahari hingga langit berwarna biru.
Namun tahukah kalian bahwa teori tersebut hanya merupakan tanggapan mitos? Apa iya itu hanya mitos? Yupz! Buktinya dikala matahari mulai menyapa kita, lebih tepatnya pagi hari. Langit tampak berwarna merah. Begitupun sebaliknya, dikala matahari dengan berat hati melambaikan tangan di senja hari. Langit juga tampak berwarna merah. Dan juga dikala mendung langit berwana menyeramkan. Kalau memang langit berwarna biru itu disebabkan oleh pantulan air bahari yaitu tanggapan ilmiyah. Kenapa warna langit bisa berubah-ubah, kan jadi resah rasanya.
Lalu apa dan bagaimana tanggapan yang sesungguhnya? Adakah tanggapan ilmiyah yang bisa memecahkan duduk kasus kenapa langit berwarna biru? Tentu saja ada. Dan untuk memamahaminya silahkan simak keterangan di bawah ini hingga habis.
Jawaban Ilmiyah Kenapa Langit Berwarna Biru
Para ilmuan telah berbaris merapat untuk memecahkan kenapa langit berwarna biru, diantaranya Sir Rayleigh, John Tyndall, dan Leonardo Da Vinci, mereka berusaha menjawab dan mencerahkan wacana rasa ingin tau kita terhadap langit yang berwarna biru.
Secara tidak sadar bahwa dikala kita memandang langit, yang kita lihat yaitu atmosfer bumi yang tidak lain dan tidak bukan yaitu kumpulan udara. Kalau memang yang kita lihat yaitu udara kemudian bagaimana bisa udara itu berwarna?
Meski secara kasat mata udara tidak terlihat apalagi hingga bisa berwarna, namun bergotong-royong udara mempunyai beberapa partikel diantaranya menyerupai nitrogen, oksigen, debu, polusi, dll. Partikel-partikel tersebutlah yang nantinya berinteraksi dengan cahaya matahari. Lalu bagaimana bisa interaksi udara dan cahaya matahari menghasilkan sebuah warna?
Kaprikornus cahaya matahari yang terpancar ke bumi pada awalnya merupakan satu paket yakni radiasi dan gelombang elektromagnetik. Ketika cahaya matahari berhasil menerobos ke atmosfer bumi. Mata kita hanya bisa melihat apa yang disebut spektrum cahaya tampak. Dimana terdiri dari 7 warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (ME-JI-KU-HI-BI-NU). Ketujuh warna tersebut kemudian bergabung menjadi satu yakni cahaya putih. Oleh lantaran itu cahaya matahari yang hingga bumi tampak berwarna putih.
Ketika hujan gerimis maka cahaya putih tersebut akan teruai oleh tetes-tetes air menjadi pelangi. Sehingga jadilah sebuah lagu pelangi-pelangi alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru. Kaprikornus semoga bisa melihat pelangi kita butuh tetes gerimis di hari yang cerah.
Namun pembauran cahaya putih yang menciptakan langit tampak berwarna biru bisa terjadi kapan saja, alias tidak butuh tetes gerimis. Warna biru di langit terjadi akhir dari cahaya matahari yang terurai oleh partikel gas super kecil di udara (nitrogen). Fenomena ini para ilmuan menyebutnya dengan Rayleigh Scattering.
Berbicara wacana pembauran cahaya maka kita harus memahami wacana spektrum warna dan panjang gelombang cahaya. Dimana panjang-pendek gelombang cahaya akan menghipnotis warna yang akan tampak terlihat oleh mata kita. Untuk memahami spektrum warna dan panjang gelombang cahaya silahkan lihat gambar berikut.
Saat cahaya matahari bertemu dengan partikel gas di bumi. Cahaya bergelombang pendek menyerupai biru, nila, dan ungu akan terlempar ke segala arah. Sedangkan cahaya bergelombang panjang menyerupai merah dan jingga akan lancar menembus partikel gas tersebut. Akibatnya cahaya yang terlempar akan ditangkap oleh mata kita yakni warna biru, nila, dan ungu. Eitttss..! Lalu kenapa langit harus berwarna biru kok tidak nila atau ungu?
Alasannya yaitu lantaran di dalam retina mata terdapat berjuta sel peka cahaya. Sel tersebut berjulukan sel kerucut atau cone cell. Sel ini berfungsi mendapatkan cahaya dan bertanggungjawab terhadap penglihatan cahaya. Sedangkan cone cell ini paling peka terhadap tiga warna yakni merah, hijau, dan biru. Kaprikornus dikala mata disuruh untuk menentukan antara warna biru, nila, dan ungu, maka malaikat juga tahu siapa yang menjadi juaranya, hehe. Yupz! Tentu saja warna biru.
Lalu Kenapa Langit Berwarna Kemerahan?
Ada kalanya langit tidak selamanya berwarna biru, tetapi berwarna merah. Langit berwarna merah ini terjadi dikala menjelang matahari terbit dan tenggelam. Pada kedua waktu tersebut langit tidak lagi berwarna biru, tetapi merah. Kenapa fenomena ini bisa terjadi? Mari kita temukan jawabannya!
Perhatikan ilustrasi gambar di atas! Pada siang hari matahari berada di atas kepala, ini mengakibatkan cahaya matahari hanya melewati atmosfer yang lebih tipis. Sehingga gelombang cahaya pendek yang terpental akan tampak dengan jelas.
Beda halnya dikala shubuh dan menjelang malam hari, ini mengakibatkan cahaya matahari harus melewati atmosfer yang lebih tebal semoga bisa hingga pada posisi kita. Akibatnya gelombang cahaya pendek yang terpental kalah balapan dan tertutup oleh gelombang cahaya panjang (merah, jingga). Sehingga warna biru tertutup oleh warna merah.
Demikian alasan ilmiyah mengapa langit berwarna biru dan tidak nila atau ungu. Semoga klarifikasi di atas sanggup diserap dengan gampang sehingga bisa menambah ilmu pengetahuan kita. Sekian dan terimakasih. 😉
Komentar
Posting Komentar